HELL and his life.....

YESAYA26:9: "Jiwaku merindukan Engkau pada waktu malam, aku mencari Engkau dengan segenap hati, apabila Engkau menghakimi bumi kelak, penduduknya akan mengetahui makna keadilan"

Wednesday, April 5, 2017

TUHAN ADALAH GEMBALAKU

"TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku."  Mazmur 23:1

Kekristenan adalah sebuah kehidupan, karena itulah harus menjadi realita dalam hidup orang percaya setiap hari.  Selama kita memandang kekristenan hanya sebatas agama dan bukan sebagai realita, sampai kapan pun kerohanian kita tidak akan maju, iman kita tidak akan bertumbuh dan pengenalan kita akan Pribadi Tuhan tetap saja dangkal.  Namun jika kita memandang kekristenan sebagai suatu kehidupan yang tak terpisahkan dengan pribadi Tuhan Yesus dan sebuah hubungan yang karib dengan Dia, maka kita akan menjadi orang Kristen yang jauh berbeda, karena mengalami perjalanan rohani yang nyata dengan Dia sebagai akibat perjumpaan dengan Dia secara pribadi.  Itulah sebabnya Daud berkata,  "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka."  (Mazmur 25:14).  Artinya bagi setiap orang yang bertemu dengan Tuhan secara pribadi dan membangun hubungan yang karib dengan Dia, Dia pasti akan menyatakan diriNya sehingga orang tersebut menyebut namaNya.

     Selain sebagai raja atas Israel, di masa hidupnya Daud memiliki pengalaman hidup sebagai gembala.  Meski kambing domba yang digembalakannya hanya berjumlah 2-3 ekor ia melakukan tugasnya dengan penuh kesetiaan.  Dengan penuh kesabaran ia membimbing kambing dombanya ke padang yang berumput hijau supaya cukup makanan dan ke air yang tenang, bahkan ia rela mempertaruhkan nyawanya demi keselamatan kambing dombanya dari terkaman binatang buas.  "Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya. Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap janggutnya lalu menghajarnya dan membunuhnya."  (1 Samuel 17:34-35).

     Berdasarkan pengalaman inilah terciptalah mazmur 23 ini.  Daud menyadari dan merasakan betapa Tuhan sangat mengasihi dan memperhatikan hidupnya seperti seorang gembala yang begitu mempedulikan domba-dombanya sehingga ia pun berkata,  "Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku."  (Mazmur 23:2).

"Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;"  Yohanes 10:11

Daud menyadari bahwa dirinya tak ubahnya seperti domba:  lemah tak berdaya, tidak bisa menjaga diri sendiri, memiliki rasa takut namun keras kepala, mudah sekali lari dan memberontak sehingga rentan untuk tersesat.  "Aku sesat seperti domba yang hilang, carilah hamba-Mu ini, sebab perintah-perintah-Mu tidak kulupakan."  (Mazmur 119:176).  Dalam keadaan demikian kehadiran seorang gembala sangat dibutuhkan.  Bersama dengan gembala, domba dikelilingi dengan berkat, segala kebutuhannya terpenuhi.

     Daud mengakui bahwa Tuhan adalah gembala yang baik.  Sebagai gembala yang baik Tuhan akan membuat kita tidak berkekurangan sesuatu apa pun, bahkan Ia mau menerima kita apa adanya, menjaga, menopang, menolong dan menyatakan kasihNya setiap saat.  Dengan penuh kesabaran Ia menuntun dan memandu kita, sehingga  "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku."  (Mazmur 23:4).  Gembala yang baik selalu berjalan di depan, kemudian domba-dombanya akan mengikutinya.  "Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya."  (Yohanes 10:4).  Selain itu, di tangan gembala selalu ada gada dan tongkat.  Gada berfungsi menghajar dan membunuh binatang buas yang hendak mengganggu dan memangsa domba.  Sedangkan tongkat berfungsi memukul dengan pelan bokong domba-domba yang sedang berlarian, memberontak dan bergerak menjauh dari gembala atau sedang ke luar dari jalur.  Pukulan ini tidak keras tapi terasa sakit juga dengan tujuan mendisiplinkan mereka.  Atau tongkat dikalungkan ke leher domba dengan tujuan menarik si domba agar kembali ke barisan atau rombongan, sebab jika domba berjalan sendiri dan tercerai dikhawatirkan akan tersesat dan kemungkinan besar akan menjadi mangsa binatang buas.

     Memang tongkat didikan Tuhan itu terasa tidak nyaman dan sakit bagi daging kita, tapi semuanya mendatangkan kebaikan bagi kita.

Tuhan adalah Jehovah Rohi, Dia adalah Gembala dan kita adalah domba-dombaNya.  Sebagai Gembala yang baik Dia tahu yang terbaik bagi kita.


MENIPU DIRI SENDIRI

"Engkau membinasakan orang-orang yang berkata bohong, TUHAN jijik melihat penumpah darah dan penipu."  Mazmur 5:7

Tak seorang pun dari kita yang mau jika dirinya disebut sebagai penipu.  Secara umum, gambaran kita tentang penipu adalah orang yang terlibat dalam aksi kejahatan atau kriminalitas.  Penipu adalah orang yang telah berkata bohong  (tidak jujur), menipu orang lain, memutarbalikkan fakta atau perkataannya menyimpang dari kebenaran.  Yang jelas tindakan penipuan itu sangat merugikan orang lain dan juga bertentangan dengan hukum;  dan penipu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga  (baca  1 Korintus 6:9-10).

     Alkitab menyatakan bahwa tindakan menipu itu tidak hanya sebatas berkenaan dengan ucapan atau perkataan seseorang, namun memiliki makna yang lebih luas.  Pertanyaan:  pernahkah kita menipu diri sendiri?  Dengan spontan kita akan berkata bahwa itu pertanyaan yang tidak masuk akal.  Masakan ada orang yang menipu dirinya sendiri?  Inilah yang tidak disadari oleh banyak orang Kristen, padahal ini merupakan sebuah realita kehidupan.  Berikut ini adalah bukti bahwa seseorang telah menipu dirinya sendiri:  1.  Merasa diri tidak berdosa.  Ada tertulis:  "Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita."  (1 Yohanes 1:8).  Adakah di antara kita yang sempurna, tidak berbuat dosa atau melakukan pelanggaran?  Alkitab menegaskan bahwa  "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak."  (Roma 3:10).  Tapi masih banyak orang Kristen yang merasa dirinya paling benar dan paling suci sehingga dengan mudahnya menghakimi orang lain.  Jika kita demikian tak ubahnya kita seperti ahli Taurat dan orang Farisi yang dikecam oleh Tuhan Yesus,  "...di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan."  (Matius 23:28).  Jika kita merasa diri benar dan tidak berdosa, berarti kita ini adalah orang-orang yang menipu diri sendiri.

     Jangan menjadi orang yang munafik!  Mari jujur dan mengakui segala dosa dan pelanggaran kita di hadapan Tuhan, sebab  "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan."  (1 Yohanes 1:9).  Merasa diri benar adalah salah satu bukti bahwa kita menipu diri sendiri.  


"Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran."  1 Yohanes 2:4

Kita dikatakan menipu diri sendiri jika:  2.  Kita hidup dalam ketidaktaatan atau tidak melakukan perintah Tuhan.  Kita berkata bahwa kita mengasihi Tuhan dan mengenal Dia, tapi bila kita tidak menuruti perintahNya kita disebut sebagai pendusta atau penipu.  Yakobus pun juga menegaskan,  "...hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri."  (Yakobus 1:22).  Seringkali kita tampak  'rohani'  di situasi-situasi tertentu saja, saat berada di gereja atau pada saat jam-jam ibadah saja.  Selebihnya di hari-hari biasa, saat menjalani kehidupan di tengah-tengah dunia, kita terbawa oleh arus dunia ini dan hidup serupa dengan dunia ini, padahal firmannya menyatakan:  "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna."  (Roma 12:2).  Rasul Paulus mengingatkan,  "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus."  (1 Tesalonika 4:7).

     Yakobus dalam suratnya berkata,  "Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya."  (Yakobus 1:26).  Sudahkah kita menguasai ucapan atau lidah kita?  Kita mudah sekali melakukan pelanggaran dalam hal ucapan.  Kita mudah sekali berkata jorok, mengumpat orang lain, mengeluarkan sumpah serapah, menggosip atau membicarakan orang lain dan sebagainya.  Berhati-hatilah!  Jika kita bertindak demikian, sia-sialah ibadah kita.  Itulah sebabnya pemazmur bertekad,  "Aku hendak menjaga diri, supaya jangan aku berdosa dengan lidahku;"  (Mazmur 39:2), sebab  "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya."  (Amsal 18:21).

     Selain daripada hal-hal di atas, Alkitab juga mencatat bahwa jika seseorang tidak mengembalikan persepuluhan yang merupakan milik Tuhan ia disebut juga sebagai orang yang telah menipu Tuhan  (baca  Maleakhi 3:8).