"Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia." Matius 24:37
Keselamatan yang dialami oleh Nuh dan keluarganya adalah upah dari ketaatannya. Nuh telah terbukti mampu hidup dalam kebenaran meski berada di tengah-tengah dunia yang dipenuhi dengan kejahatan.
"Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah." (Kejadian 6:9). Ketika orang-orang sezamannya lebih memilih hidup menurut keinginan daging dan memuaskan hawa nafsunya, Nuh justru secara konsisten berjalan dalam kehendak Tuhan. Ia senantiasa membangun persekutuan yang karib dengan Tuhan; dan terhadap orang yang bergaul karib denganNya Tuhan menyatakan diriNya sebagai sahabat, sehingga "...perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Isi hati, kehendak dan rencana Tuhan pun disampaikan kepada Nuh: "...sesungguhnya Aku akan mendatangkan air bah meliputi bumi untuk memusnahkan segala yang hidup dan bernyawa di kolong langit; segala yang ada di bumi akan mati binasa." (Kejadian 6:17).
Meskipun orang-orang di sekitarnya mencemooh, mencibir, mengintimidasi, mentertawakan dan menilai tindakan Nuh membuat bahtera adalah konyool, karena waktu itu tidak ada tanda akan turun hujan, tak sedikit pun melemahkan dan menggoyahkan imannya. Nuh "...dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan-dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; (Ibrani 11:7). Tanpa memiliki iman yang teguh serta penyerahan hidup penuh kepada Tuhan mustahil Nuh dapat mengerjakan apa yang diperintahkan Tuhan kepadanya. Hal ini membuktikan bahwa ia memiliki integritas! Nuh berprinsip "...harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia." (Kisah 5:29). Walaupun keadaan dan situasi sekitar sama sekali tidak mendukungnya untuk hidup dalam kebenaran, Nuh berani melawan arus!
Di tengah dunia yang dipenuhi ketidakbenaran dan kejahatan, inilah kehendak Tuhan, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini," (Roma 12:2).
Sudahkah kita menempatkan kehendak Tuhan sebagai yang terutama dalam hidup ini? Ataukah kita malah berkompromi dengan kehidupan duniawi?
Keselamatan yang dialami oleh Nuh dan keluarganya adalah upah dari ketaatannya. Nuh telah terbukti mampu hidup dalam kebenaran meski berada di tengah-tengah dunia yang dipenuhi dengan kejahatan.
"Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah." (Kejadian 6:9). Ketika orang-orang sezamannya lebih memilih hidup menurut keinginan daging dan memuaskan hawa nafsunya, Nuh justru secara konsisten berjalan dalam kehendak Tuhan. Ia senantiasa membangun persekutuan yang karib dengan Tuhan; dan terhadap orang yang bergaul karib denganNya Tuhan menyatakan diriNya sebagai sahabat, sehingga "...perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Isi hati, kehendak dan rencana Tuhan pun disampaikan kepada Nuh: "...sesungguhnya Aku akan mendatangkan air bah meliputi bumi untuk memusnahkan segala yang hidup dan bernyawa di kolong langit; segala yang ada di bumi akan mati binasa." (Kejadian 6:17).
Meskipun orang-orang di sekitarnya mencemooh, mencibir, mengintimidasi, mentertawakan dan menilai tindakan Nuh membuat bahtera adalah konyool, karena waktu itu tidak ada tanda akan turun hujan, tak sedikit pun melemahkan dan menggoyahkan imannya. Nuh "...dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan-dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; (Ibrani 11:7). Tanpa memiliki iman yang teguh serta penyerahan hidup penuh kepada Tuhan mustahil Nuh dapat mengerjakan apa yang diperintahkan Tuhan kepadanya. Hal ini membuktikan bahwa ia memiliki integritas! Nuh berprinsip "...harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia." (Kisah 5:29). Walaupun keadaan dan situasi sekitar sama sekali tidak mendukungnya untuk hidup dalam kebenaran, Nuh berani melawan arus!
Di tengah dunia yang dipenuhi ketidakbenaran dan kejahatan, inilah kehendak Tuhan, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini," (Roma 12:2).
Sudahkah kita menempatkan kehendak Tuhan sebagai yang terutama dalam hidup ini? Ataukah kita malah berkompromi dengan kehidupan duniawi?
No comments:
Post a Comment