(1 Korintus 15)
Saya rasa pasal ini merupakan pasal yang paling penting dalam tulisan Paulus, terutama bagi orang-orang yang telah kehilangan seseorang dalam hidup ini. Tidak lama setelah orang-orang yang kita kasihi pergi, maka akan timbul pertanyaan, "Akankah kita bertemu dengan mereka lagi?" Paulus menjawab pertanyaan ini, dan memberikan suatu penghiburan yang dapat kita temukan dengan sangat jelas yang tidak dinyatakan dalam ayat lain. Ketika kita membaringkan orang-orang yang kita kasihi yang telah pergi, adalah suatu penghiburan ketika kita mengetahui bahwa kita akan bertemu dengan mereka lagi dalam waktu yang tidak lama.
Apabila saya pergi ke suatu pemakaman, saya suka memikirkan masa ketika orang yang meninggal akan bangkit dari kubur mereka. Kita membaca bagian dari pasal ini dalam apa yang kita sebut "kebaktian penguburan." Saya rasa itu merupakan suatu ungkapan yang kurang tepat. Paulus tidak pernah berbicara mengenai "penguburan." Ia berkata tubuh ditaburkan dalam kebinasaan, ditaburkan dalam kelemahan, ditaburkan dalam kehinaan, ditaburkan dalam tubuh jasmani. Jika saya mengubur satu keranjang gandum, saya tidak pernah berharap untuk melihatnya lagi, tetapi jika saya menaburkannya, saya mengharapkan hasil. Berterimakasihlah kepada Allah, teman-teman kita tidak dikuburkan, mereka hanya ditaburkan! Saya menyukai nama Saxon untuk pemakaman -- yaitu "tanah Allah".
Injil yang diberitakan oleh para rasul bersandar pada empat penyangga. Yang pertama adalah kematian Kristus yang menebus dosa, yang kedua adalah pemakaman dan kebangkitan-Nya, yang ketiga adalah kenaikan-Nya, dan yang keempat adalah kedatangan-Nya kembali. Keempat doktrin ini diberitakan oleh semua rasul, dan oleh keempat doktrin tersebut, Injil harus bertahan atau gugur.
Dalam ayat pembukaan bab ini, kita memperoleh pernyataan yang jelas dari Paulus, bahwa doktrin kebangkitan adalah bagian dari Injil. Ia menyatakan arti Injil bahwa Kristus mati untuk dosa-dosa kita, tetapi bukan hanya itu -- Ia dimakamkan dan bangkit lagi pada hari ketiga. Kemudian ia mengumpulkan saksi-saksi untuk membuktikan kebangkitan-Nya: "Ia menampakkan diri kepada Kefas (yaitu, Simon Petrus), dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya. Sesudah itu Ia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara sekaligus; kebanyakan dari mereka masih hidup sampai sekarang, tetapi beberapa di antaranya telah meninggal. Selanjutnya Ia menampakkan diri kepada Yakobus, kemudian kepada semua rasul. Dan yang paling akhir dari semuanya Ia menampakkan diri juga kepadaku, sama seperti kepada anak yang lahir sebelum waktunya."
Itulah kesaksian yang cukup jelas dan cukup kuat untuk memuaskan seorang penyelidik yang tulus. Tetapi orang Yunani tidak memiliki kepercayaan pada kemungkinan kebangkitan, dan para petobat di Korintus telah didewasakan dalam ketidakpercayaan itu. Oleh karena itu, Paulus mengajukan pertanyaan berikut: "Jadi, bilamana kami beritakan, bahwa Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, bagaimana mungkin ada di antara kamu yang mengatakan, bahwa tidak ada kebangkitan orang mati?" Itu adalah salah satu pengajaran yang salah yang telah menjalar ke dalam jemaat di Korintus, karena tidak ada orang Yahudi ortodoks yang pernah berpikir untuk mempertanyakannya.
Menyangkali kebangkitan sama dengan mengatakan bahwa kita tidak akan pernah melihat lagi orang-orang yang kita kasihi yang tubuhnya telah kembali menjadi tanah. Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka kita sama seperti hewan. Betapa kejamnya memiliki orang yang mengasihi Anda jika ini benar! Betapa menakutkannya, mereka harus membiarkan sulur hati Anda berpilin, jika, ketika mereka dipisahkan oleh kematian, itu adalah akhir segalanya. Saya lebih memilih membenci daripada mengasihi jika saya memikirkan tidak akan ada kebangkitan, karena dengan demikian saya tidak merasakan benturan ketika kehilangan hal yang dibenci. Oh, jahatnya ketidakpercayaan! Ketidakpercayaan merampas semua harapan kita yang paling besar. "Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia."
Kekekalan
Umat manusia secara alamiah "merindukan yang tidak terbatas". Di antara orang-orang yang paling primitif, para filsuf telah mengamati apa yang disebut "minat terhadap hal yang tidak terbatas", yang mengelabui pengajaran bahwa kematian mengakhiri segalanya. Kematian merupakan salah satu perbedaan antara manusia dan hewan. Burung di udara, hewan di padang, pada masa sekarang sama seperti ketika mereka di Taman Eden. Mereka makan dan tidur dan melewati hidup mereka hari demi hari dengan rutinitas yang tidak berubah. Keinginan mereka sama, kebutuhan mereka sama. Namun manusia selalu berubah. Keinginannya selalu bertambah. Pikirannya selalu merencanakan ke depan. Tidak lama setelah ia mencapai satu tujuan, ia akan menuju tujuan berikutnya, dan bahkan kematian sendiri tidak dapat menariknya. Seorang kafir yang terkenal pernah berkata, "Musuh terakhir yang harus dihancurkan bukan kematian, melainkan kepercayaan manusia pada kekekalannya."
Antisipasi atas kehidupan masa depan dapat digambarkan seperti perasaan yang tumbuh pada burung menjelang musim dingin, suatu perasaan yang mendorongnya untuk pergi ke daerah selatan -- "suatu dorongan misterius dan tidak diketahui, tetapi tidak dapat ditahan dan tidak salah": atau bagai kerinduan tanaman di daerah selatan, yang diambil ke daerah beriklim utara dan ditanam di tanah daerah utara. Mereka tumbuh di sana, tetapi selalu gagal berbunga. Semak yang malang itu memimpikan bunga yang indah yang tidak pernah dilihatnya, tetapi yang dengan samar-samar disadarinya bahwa bagaimanapun ia harus menghasilkan. Tanaman itu merasakan bunga tetapi ia tidak memiliki kekuatan untuk menghasilkannya dalam iklim yang setengah beku dibanding iklim sebelah selatan. Begitulah pikiran masa depan telah menghantui kita semua.
Para filsuf memiliki banyak fakta untuk membuktikan jangkauan ke depan yang umum ini menuju kehidupan setelah kematian. Diduga bahwa banyak ritual dan acara pemakaman, misalnya, disebabkan karena itu. Jika tubuh sekali lagi akan ditempati oleh rohnya, maka disarankan agar tubuh dilindungi terhadap bahaya. Akibatnya, kita melihat kubur tertutup supaya musuh tidak menggali sisa yang ada dan tidak menghormatinya. Livingstone menceritakan bagaimana seorang pemimpin Bechuana dimakamkan dalam kandang ternak. Kemudian ternak dibawa selama beberapa jam sampai semua jejak kubur lenyap. Tetapi tubuh harus dilindungi bukan hanya dari penggunaan yang merusak, melainkan juga, sedapat mungkin, dari pembusukan; dan proses pembalseman merupakan suatu usaha keras untuk tujuan ini. Kadang-kadang, kebangkitan memang tidak diinginkan, dan karena itu kita menemukan mayat dibuang ke dalam air untuk menenggelamkan rohnya. Dikisahkan bahwa orang Mesir modern membawa tubuh berputar-putar supaya roh menjadi pusing dan karena itu tidak dapat menyusuri kembali langkahnya; sedangkan suku Aborigin tertentu di Australia mengambil kuku dari tangan kalau-kalau mayat yang hidup kembali akan menggaruk jalan keluar dari selnya yang sempit.
Ketika konsep kehidupan yang kedua sebagai kelanjutan dari kehidupan yang sekarang dianut, kita menemukan kebiasaan menguburkan benda-benda mati, seperti senjata dan peralatan. Orang yang mati akan memerlukan segala sesuatu di seberang -- seperti yang ia lakukan ketika masih hidup -- kematian. Bukan saja benda mati, melainkan hewan dibunuh supaya arwahnya mengikuti arwah orang yang sudah meninggal. Orang-orang Bedouin menyembelih untanya di dekat kubur teman seperjuangannya yang sudah meninggal: yang sangat dibutuhkan dalam dunia ini, itu juga akan sama dalam kehidupan berikutnya. Dari sini, satu langkah memimpin pada persembahan korban manusia. Para isteri mengikuti suami mereka; para budak dibunuh supaya mereka tetap melayani tuan mereka. Dalam kata-kata yang diungkapkan Tennyson:
"Dalam penguburan orang barbar mereka membunuh para budak dan membunuh isteri; terasa dalam diri mereka nafsu yang tidak boleh diingkari dalam kehidupan kedua."
Ajaran Kebangkitan Dalam Perjanjian Lama
Kita hanya menangkap sekilas ajaran kebangkitan dalam Perjanjian Lama, tetapi orang-orang kudus pada zaman itu jelas memercayainya. Hampir dua ribu tahun sebelum Kristus, Abraham berlatih pengorbanan-Nya di gunung Muria ketika ia menaati perintah Allah untuk mengorbankan Ishak. Merujuk hal ini, Paulus menulis, "... karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali." Lima ratus tahun kemudian kita mendapatkan Allah berkata kepada hamba-Nya, Musa: "Akulah yang mematikan dan yang menghidupkan." Yesaya menulis -- "Ia akan meniadakan maut untuk seterusnya; dan Tuhan ALLAH akan menghapus air mata dari pada segala muka", dan sekali lagi -- "Orang-orang mati akan hidup, bersama dengan tubuhku yang mati mereka akan bangkit. Bangun dan bernyanyilah, engkau yang berdiam dalam debu: karena embunmu sama seperti embun daun-daunan, dan bumi akan membuang orang mati." Uraian Yehezkiel yang jelas mengenai kebangkitan Israel dari tulang-tulang yang kering, yang memberitahukan nubuatan pemulihan Israel, merupakan bukti lain. Ketika Daud kehilangan anaknya, ia berkata ia tidak dapat memanggilnya kembali, tetapi ia akan pergi dan bersama anak itu. Di lain kesempatan ia menuliskan, "Tetapi aku, dalam kebenaran akan kupandang wajah-Mu, dan pada waktu bangun aku akan menjadi puas dengan rupa-Mu."; dan -- "Tetapi Allah akan membebaskan nyawaku dari cengkeraman dunia orang mati, sebab Ia akan menarik aku."
Ayub bapa leluhur menghibur dirinya sendiri dengan harapan mulia yang sama ketika ia berada dalam kesedihan yang mendalam. Ia yang telah bertanya -- "Apakah kekuatanku, sehingga aku sanggup bertahan? Dan apakah masa depanku, sehingga aku harus bersabar?" -- berkata, "Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu. Juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingku pun aku akan melihat Allah, yang aku sendiri akan melihat Ia memihak kepadaku, mataku sendiri menyaksikan-Nya dan bukan orang lain." Ayub pasti memiliki keyakinan yang teguh bahwa tubuhnya akan dibangkitkan kembali, nanti tetapi bukan di bumi, karena "bagi pohon masih ada harapan," ia berkata lagi, "apabila ditebang, pohon itu akan bertunas kembali, dan tunasnya tidak berhenti tumbuh. Apabila akarnya menjadi tua di dalam tanah, dan tunggulnya mati di dalam debu, maka bersemilah ia, setelah diciumnya air, dan dikeluarkannyalah ranting seperti semai. Tetapi bila manusia mati, maka tidak berdayalah ia, bila orang binasa, di manakah ia? Seperti air menguap dari dalam tasik, dan sungai surut dan menjadi kering, demikian juga manusia berbaring dan tidak bangkit lagi, sampai langit hilang lenyap, mereka tidak terjaga, dan tidak bangun dari tidurnya."
Dalam Kitab Hosea Tuhan menyatakan, "Akan Kubebaskankah mereka dari kuasa dunia orang mati, akan Kutebuskah mereka dari pada maut? Di manakah penyakit samparmu, hai maut, di manakah tenaga pembinasaanmu, hai dunia orang mati?"
Dalam Kitab Daniel pasal yang terakhir kita sekilas melihat lagi kebenaran yang sama, "Dan orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya." Dan kitabnya ditutup dengan kata-kata berikut, "Tetapi engkau, pergilah sampai tiba akhir zaman, dan engkau akan beristirahat, dan akan bangkit untuk mendapat bagianmu pada kesudahan zaman."
Sebagai lambang, kebangkitan ditetapkan sebelumnya dalam Perjanjian Lama. Melalui buah sulung yang diberikan sehari setelah Perjamuan Paskah sebagai suatu permohonan dari seluruh panen, anak-anak Israel diajarkan ciri-ciri Mesias yang harus menjadi "yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal." Beberapa orang telah mengatakan bahwa tugas utama bangsa Israel di Kanaan adalah mempersiapkan ciri-ciri kebangkitan Juru Selamat, dan tindakan religius pertama mereka adalah berpegang pada ciri-ciri Juru Selamat yang dibangkitkan itu.
Dalam Perjanjian Baru
Tetapi apa yang dirujuk sebagai interval yang panjang dalam Perjanjian Lama menjadi masalah kenyataan dan pengajaran yang jelas dalam Perjanjian Baru. Kata "kebangkitan" tertulis empat puluh dua kali dalam Perjanjian Baru. Selama pelayanan-Nya, Tuhan kita sering merujuk pada kebangkitan umum dari orang-orang yang meninggal. Orang Saduki pernah menemui-Nya dengan sebuah pertanyaan yang sulit mengenai hubungan pernikahan dalam kehidupan nanti, dan Yesus berkata: "Tetapi tentang kebangkitan orng-orang mati tidakkah kamu baca apa yang difirmankan Allah, ketika Ia bersabda, Akulah Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub? Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup." Pada kesempatan lain, Kristus mengatakan, "Apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau perjamuan malam, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau saudara-saudaramu atau kaum keluargamu atau tetangga-tetanggamu yang kaya, karena mereka akan membalasnya dengan mengundang engkau pula dan dengan demikian engkau mendapat balasnya. Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan,4 undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh, dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak memunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar." Ketika Lazarus meninggal, Yesus mengucapkan kata-kata penghiburan kepada saudara-saudara perempuannya, "Saudaramu akan bangkit." Marta menjawab, "Aku tahu bahwa ia akan bangkit pada akhir zaman." Yesus berkata kepadanya, "Akulah kebangkitan dan hidup."
Perkataan Yang Sangat Baik
Kita akan melihat bahwa keyakinan pada kehidupan di masa depan tidak didasarkan pada Kristus, dan tidak satu pun yang memercayai bahwa kekekalan merupakan karunia-Nya. Kita mendapatkannya dari Allah Sang Pencipta.
Meskipun gagasan tersebut sudah ada sebelum kekristenan, gagasan itu hanya sebatas "perkiraan yang sangat baik". Manusia secara alamiah tidak dapat melihat melampaui kubur yang paling sempit dan melihat apa yang ada di seberang sana. Sekeras apa pun usahanya untuk menggunakan matanya, ia tidak dapat mengintip tabir kematian. Kematian selamanya berada di hadapannya, menghancurkan harapannya, memeriksa rencananya, menggagalkan tujuannya, suatu penghalang yang tidak dapat dipatahkan oleh apa pun. Sejak dosa memasuki dunia, kematian telah memerintah, membuat bumi menjadi satu kubur yang besar. Kematian tidak pernah beristirahat. Di setiap umur dan setiap negeri, "Engkau berasal dari debu dan kembali kepada debu" merupakan kalimat yang menyingkirkan manusia. Semua generasi manusia ketika mereka melewati dunia harus mengikuti kematian mereka.
Banyak hal yang tidak terduga terjadi pada kita dalam kehidupan ini, tetapi kematian bukan salah satu di antaranya. Kita tidak mengetahui bagaimana atau kapan kematian akan datang, tetapi seandainya Tuhan menundanya, kematian suatu saat pasti datang. Kita telah mendengar dokter yang melakukan penyembuhan yang mengagumkan, tetapi kemampuan dan pengetahuan mereka tidak mampu menghalangi kematian. Sepanjang enam ribu tahun sejak kematian memasuki bumi yang dikutuk dosa ini, peralatan manusia telah gagal memenangkan kembali suatu tanda kemenangan dari kematian. Peradaban yang semakin berkembang, pendidikan yang semakin meningkat, kemajuan dalam perdagangan dan kesenian -- tidak ada satu hal di antaranya yang membuat kita lebih unggul dari orang yang paling primitif dalam hal kematian. Kematian selalu menang pada akhirnya. Aliran selalu dalam satu arah, ke depan, dan tidak pernah ke belakang.
Dibawa Kepada Terang Oleh Kristus
Yang tidak diketahui oleh orang yang paling bijaksana di bumi disingkapkan oleh Kristus. Ia tidak menciptakan kekekalan, tetapi Ia "menghapus kematian, membawa kehidupan dan kekekalan ke dalam terang melalui Injil." "Negeri yang tidak dijelajahi tersebut," yang dibicarakan oleh penulis puisi, "yang dari negeri itu orang-orang yang bepergian dan tidak pernah kembali," bukan negeri yang tidak terjelajahi bagi orang percaya. Tuhan kita menjelajahinya. Ia memasuki daftar menentang kematian dalam wilayah-Nya sendiri dan muncul lebih dari sekadar Penakluk. Tongkat lambang kekuasaan kematian memang masih umum, tetapi sudah dipatahkan, dan suatu hari akan dihancurkan menjadi debu. Orang-orang Kristen tidak lagi berspekulasi mengenai masa depan: kepastian diraih di sisi kubur kosong Kristus. "Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal." Kita dapat melihat bekas peninggalan kembali-Nya.
Kemenangan
Oleh karena itu, kita dapat ikut dalam tujuan berkemenangan, "Kematian ditenggelamkan oleh kemenangan." Sengat kematian adalah dosa, dan Allah telah memberikan kita kemenangan melalui Tuhan kita Yesus Kristus. Mereka yang telah tertidur di dalam Kristus tidak binasa, tetapi suatu hari kita akan melihat mereka muka dengan muka.
Betapa Injil yang kita miliki adalah Injil mengenai sukacita dan harapan, dibandingkan dengan yang dimiliki orang-orang yang tidak percaya! "Orang kafir merasa sedih tanpa harapan," tulis Dr. Bonar; "Bagi mereka kematian dengan sendirinya berkaitan dengan tidak ada harapan, tidak ada kecemerlangan, tidak ada kemenangan. Kematian bukan matahari terbenam bagi mereka, karena matahari yang terbenam mengundang kita untuk menantikan matahari yang lain, yang sama terangnya dengan yang sudah terbenam. Kematian bukan musim gugur atau musim dingin, karena musim gugur dan musim dingin berbicara tentang kembalinya musim semi dan musim panas. Kematian bukan benih yang dibuang ke dalam tanah yang keras, karena melepaskan benih meramalkan pohon atau bunga di masa depan, yang lebih indah daripada benih itu. Kematian merupakan kegelapan yang sederhana dan murni, semua awan, bayangan, kesunyian. Pilar hancur berserakan, sebuah kapal hancur berkeping-keping, kalah dalam pertandingan, sebuah harpa yang terletak di tanah dengan dawai yang dipatahkan dan kehilangan alunan musiknya, suatu kuncup bunga yang diremukkan -- semua ini adalah ekspresi kesedihan atas dukacita mereka yang tiada harapan. Pikiran bahwa kematian adalah gerbang kehidupan datang bukan untuk menggembirakan orang yang ditinggalkan dan mempercerah kubur. Kebenaran bahwa kubur adalah tanah dan mayat adalah benih yang ditaburkan oleh tangan Allah sendiri untuk memanggil kehidupan yang tersembunyi; bahwa pertandingan tidak dikalahkan, tetapi hanya kemenangan yang sedikit dipercepat; bahwa pilar tidak dihancurkan tetapi diubah menjadi bangunan lain dan kota lain untuk menjadi "sebuah pilar dalam rumah Allah; bahwa kuncup bunga tidak diremukkan, tetapi ditransplantasikan untuk perluasan pada sebidang tanah dan udara yang lebih menyenangkan; bahwa harpa tidak dipatahkan, tetapi diserahkan kepada penyanyi yang lebih andal yang akan menghasilkan semua jangkauan kaya dari musiknya yang tersembunyi: hal-hal ini yang tidak memiliki tempat dalam teologia mereka, apalagi dalam impian mereka."
Suatu Doktrin Yang Penting
Beberapa orang mengaku bahwa persoalan mengenai Juru Selamat yang telah bangkit tidak penting. Dengarlah apa yang Paulus katakan, "Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. Lebih daripada itu, kami berdusta terhadap Allah, karena tentang Dia kami katakan, bahwa Ia telah membangkitkan Kristus -- padahal Ia tidak membangkitkan-Nya, kalau andaikata benar, bahwa orang mati tidak dibangkitkan, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu." Saya memberitahukan kepada Anda doktrin ini sangat penting. Doktrin ini bukan hanya persoalan spekulatif yang kita hadapi: doktrin ini merupakan kepentingan praktis yang paling besar. Kebangkitan adalah unsur pokok dari busur di mana iman kita ditopang.
Jika Kristus tidak dibangkitkan, kita harus mencurigai semua kesaksian tersebut adalah dusta.
Jika Kristus tidak dibangkitkan, kita tidak memunyai bukti bahwa penyaliban Kristus berbeda dari dua orang pencuri yang menderita bersama Dia.
Jika Kristus tidak dibangkitkan, tidak mungkin mengagumi dan menerima bahwa kematian-Nya menebus dosa. Beberapa orang mengatakan bahwa kuasa kematian Kristus untuk menghapus dosa selalu dikaitkan dalam Perjanjian Baru dengan kenyataan atas kebangkitan-Nya.
Jika Kristus tidak dibangkitkan, tidak mungkin mengagumi perkataan dan karakter-Nya. Ia membuat kebangkitan sebagai suatu pengujian kebenaran atas ke-Allahan-Nya. Orang Yahudi pernah meminta suatu tanda, dan Ia menjawab, "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali" -- yang dimaksud Bait Allah adalah tubuh-Nya. Pada kesempatan lain, Ia memberi tanda Nabi Yunus, "Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam." Paulus mengatakan, "... oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa ...." "Seandainya Ia bukan Allah," kata seseorang, "dosa-dosa kita masing-masing akan merupakan batu kubur yang terlalu berat bagi Dia untuk dikeluarkan; klaim atas keadilan Allah akan merupakan tali pengikat kematian yang terlalu kuat bagi Dia untuk dipatahkan."
Bagaimana jadinya kekristenan tanpa kebangkitan? Kekristenan akan turun sampai pada tingkat seperti sistem religius lainnya di dunia. Jika Kristus tidak pernah bangkit dari antara orang-orang mati, bagaimana perkataan-Nya berbeda dari perkataan Plato? Orang-orang selain Kristus telah menjalani kehidupan yang indah dan telah meninggalkan di belakang mereka semboyan yang indah untuk memimpin para pengikut mereka. Jika Kristus tidak pernah bangkit, kita harus mengelompokkan Kristus bersama orang-orang ini.
No comments:
Post a Comment