Keunikan lain dari Yesus adalah bahwa pengajaran-Nya berpusat pada diri-Nya sendiri. Maksudnya adalah bahwa sifat ajaran Yesus yang paling mencolok adalah bahwa Ia hampir selalu berbicara mengenai diri-Nya sendiri. Ia memang banyak menyebut nama Allah Bapa tetapi selalu kemudian ditambah dengan pernyataan bahwa Ia adalah Anak Allah. Ia bicara tentang Kerajaan Allah tetapi juga menyatakan kedudukan-Nya yang sangat tinggi dan penting dalam kerajaan itu. Dan yang lebih menarik adalah bahwa Ia selalu berkata “AKULAH…” atau “AKU ADALAH…”. Ia pernah berkata :
"AKULAH ROTI HIDUP; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi. (Yoh 6:35)
"AKULAH TERANG DUNIA; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yoh 8:12)
"AKULAH KEBANGKITAN DAN HIDUP; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya… " (Yoh 11:25-26)
"AKULAH JALAN DAN KEBENARAN DAN HIDUP. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. (Yoh 14:6)
“AKULAH POKOK ANGGUR dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. (Yoh 15:5)
“AKULAH PINTU; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput. (Yoh 10:9).
Selanjutnya pertanyaan pertama yang Ia ajukan yang timbul dari ajaran tentang diri-Nya adalah : “..Tetapi apa katamu, SIAPAKAH AKU INI?" (Mark 8:29).
Mengherankan sekali bahwa semua pengajaran-Nya bersifat egosentris (berpusat pada diri-Nya sendiri) dan lebih heran lagi adalah tidak ada seorang pendiri atau pemuka agama di dunia ini berani menjadikan dirinya menjadi pusat pengajarannya. John Stott berkata : “Guru-guru lain meniadakan diri, tapi Yesus mengangkat diri. Masing-masing guru itu berkata : “Menurut pendapatku, itulah jalan kebenaran, hendaklah engkau menurutinya”. Tapi Yesus berkata : “Akulah kebenaran : Ikutlah Aku”. Tidak seorang pun pendiri agama lain yang berani mengeluarkan pernyataan demikian”. (Kedaulatan dan Karya Kristus; hal. 29). Muhammad berkata : ‘Aku nabi pemberita jalan’, Krishna berkata : ‘Kulihat jalan’, Budha berkata : ‘Aku mencari jalan’, Confucius berkata : ‘Aku tahu jalan’, para pemikir Zaman Baru berkata : ‘Kita sedang menuju ke sana’ namun Yesus Kristus dengan tegas berkata : ‘Akukulah jalan’. Jelas Yesus sangat berbeda. Ya benar, Yesus meninggikan diri-Nya dalam ajaran-Nya namun herannya adalah bahwa Ia dikenal sebagai orang yang sangat rendah hati dan menentang kesombongan dan sikap tinggi hati. Siapakah yang sama seperti Yesus?
Menyatakan diri sebagai Tuhan
Mengapa banyak konflik terjadi karena seorang pribadi Yesus Kristus? Mengapa nama itu menyebabkan iritasi melebihi nama-nama pemimpin agama yang lain? Mengapa pada saat anda berbicara tentang Allah tak ada seorangpun merasa terganggu, tetapi setelah anda menyebut tentang Yesus mereka seringkali segera menghentikan percakapan? Atau mereka menjadi diam? Seberapa besarkah perbedaan Yesus dengan para pemimpin agama lainnya? Josh Mc Dowell memberikan jawabannya : ‘Mengapa nama-nama seperti Budha, Muhammad, Confucius tidak terasa mengganggu bagi yang mendengarnya? Alasannya adalah bahwa para pemimpin agama ini tidak pernah mengklaim dirinya sebagai Allah, tetapi Yesus mengatakannya. Itulah yang membuat Yesus sangat berbeda dengan para pemimpin agama lainnya. (Bukan Sekedar Tukang Kayu ; hal. 1). Dari nama-Nya saja kita mengerti bahwa Ia memiliki nama ilahi. Yesus Kristus sesungguhnya adalah sebuah nama dan gelar. Nama “YESUS” adalah bentuk bahasa Yunani dari bahasa Ibrani “JEHOSHUA”, “JOSHUA” (Yos 1:1; Zak 3:1) atau “JESHUA” (Ez 2:2) yang berarti "Yehova - Juruselamat" atau "Allah yang menyelamatkan" sedangkan “KRISTUS” merupakan bentuk yang setara dengan nama “MASCHIACH” yang dipakai dalam PL yang diambil dari kata “MASHACH” yang artinya “mengurapi” dan dengan demikian nama ini berarti “YANG DIURAPI”. Dua jabatan, raja dan imam, dimasukkan dalam penggunaan gelar "Mesias." Gelar-Nya menegaskan Yesus sebagai raja dan imam yang dijanjikan dalam nubuatan kitab Perjanjian Lama. Selain itu Alkitab juga memperlihatkan bahwa Yesus inimemiliki sifat-sifat yang hanya dimiliki oleh Allah. Ia dinyatakan memiliki eksistensi dengan sendirinya (Yohanes 1:4; 14:6); Mahahadir (Matius 28:20; 18:20); Mahatahu (Yohanes 4:16; 6:64; Matius 17:22-27); Mahakuasa (Wahyu 1:8; Lukas 4:39-55; 7:14,15; Matius 8:26,27); mempunyai hidup abadi (1 Yohanes 5:11, 12,20; Yohanes 1:4) dan masih banyak sifat ilahi lainnya yang dapat dicatat. Yesus juga ternyata menerima penghormatan dan pujian yang selayaknya hanya diterima oleh Tuhan. Dalam konfrontasi-Nya dengan Setan, Yesus berkata, "Sudah tertulis, 'Kamu hanya akan menyembah Tuhan Allahmu, dan melayani-Nya'" (Matius 4:10) Ya ! Yesus menerima penyembahan sebagai Allah (Matius 14:33; 28:9) dan kadang-kadang menuntut untuk disembah sebagai Tuhan (Yohanes 5:23; bandingkan Ibrani 1:6; Wahyu 5:8-14). Setelah Yesus bertanya kepada Petrus tentang siapakah Dia sebenarnya, Petrus mengaku, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup." (Matius 16:16). Apa yang terjadi selanjutnya ? Ternyata Yesus merespon pengakuan Petrus, tidak dengan mengoreksinya, melainkan membenarkan pengakuan itu dan menyebutkan sumbernya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 16:17). Martha, seorang sahabat-Nya pernah berkata kepada-Nya, "Aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah" (Yohanes 11:27). Kemudian Natanael juga pernah mengakui mengakui bahwa Yesus adalah "Anak Allah; Engkaulah Raja Israel." (Yohanes 1:49). Ketika Stefanus dirajam, ia berseru dengan suara nyaring, Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku!” (Kis 7:59). Penulis surat Ibrani menyebutkan Yesus sebagai Allah ketika dia menulis, “Tetapi tentang Anak Ia berkata, Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya.” (Ibr 1:8). Yohanes Pembaptis memberitakan kedatangan Yesus dengan berkata bahwa “Turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya. Dan terdengarlah suara dari langit, ‘Engkaulah Anak yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan’” (Luk 3:22). Kemudian kita juga mempunyai pengakuan Thomas setelah Yesus menampakkan diri kepadanya : ‘ya Tuhanku dan Allahku!” Kata Yesus kepadanya, ‘Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.’ “ (Yoh 20:26-29).
Membaca semua data di atas mungkin anda berpikir bahwa semua pengakuan itu dibuat oleh orang lain mengenai Yesus dan bukan berasal dari Yesus sendiri. Yesus sendiri tidak pernah menyebut diri-Nya sebagai Allah. Itu semua hanyalah kesalahpahaman orang-orang tentang Dia. Pertama-tama perlu disadari bahwa keilahian Yesus itu terdapat langsung dari halaman-halaman perjanjian Baru. Catatan-catatan itu berlimpah dan maknanya jelas. Dalam Injil Yohanes ada konfrontasi antara Yesus dengan sejumlah orang Yahudi. Konfrontasi itu dimulai ketika Yesus menyembuhkan seorang lumpuh pada hari sabat (hari perhentian untuk ibadah orang Yahudi) dan kemudian memerintahkannya untuk mengangkat tikarnya dan berjalan. “Dan karena alasan inilah maka orang-orang Yahudi menganiaya Yesus, karena Ia melakukan hal-hal tersebut pada hari sabat. Tetapi Ia menjawab mereka, ‘Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.’ Sebab itu orang-orang Yahudi berusaha lagi untuk membunuhnya, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya sendiri dan dengan demikian menyamakan diri-Nya dengan Allah” (Yoh 5:16-18). Dalam pemahaman orang Yahudi, dengan mengatakan bahwa Allah adalah “Bapa-Ku” dan bukan “Bapa kita”, maka Yesus menganggap diri-Nya sebagai Anak Allah. Sebagai akibatnya orang Yahudi semakin membenci Dia. Yesus bukan saja menyatakan dirinya sama derajat dengan Allah bila Dia menyebut Allah sebagai Bapa-Nya. Melainkan juga Dia mengklaim bahwa Dia adalah satu dengan Allah Bapa. Pada hari raya Penthabisan (Peresmian dan pemberkatan) Bait Allah di Yerusalem, Yesus didekati oleh sejumlah pemimpin-pemimpin Yahudi yang menanyakan apakah Ia adalah Mesias itu. Yesus mengakhiri komentar-Nya kepada mereka dengan mengatakan, “Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh 10:30). “Sekali lagi orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. Kata Yesus kepada mereka, ‘Banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?” Jawab orang Yahudi itu, “Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah (Yoh 10:31-33). Orang Yahudi tidak dapat menganggap kata-kata Yesus itu lain daripada hujatan, dan mereka sendiri mulai melaksanakan hukum. Dalam hukum Taurat dinyatakan bahwa hujatan pada Allah harus dihukum rajam (Im 24:16). Tetapi orang-orang ini tidak membiarkan berlangsungnya proses hukum seperti seharusnya. Mereka tidak mengajukan tuduhan tertentu sehingga para penguasa dapat mengambil tindakan, tetapi mereka dalam kemarahannya mempersiapkan diri mereka sendiri untuk menjadi hakim-hakim dan sekaligus algojo-algojo.
Dalam Injil Markus, Yesus menyatakan dirinya mampu mengampuni dosa. “Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu, ‘ Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni!” (Mrk 2:5; lihat pula Luk 7:48-50). Menurut kaum Yahudi, hal ini hanya boleh dilakukan oleh Allah saja. Orang Yahudi terkejut mendengar perkataan Yesus tersebut dan bertanya, “Mengapa orang ini berkata begitu? Ia menghujat Allah. Siapa yang dapat mengampuni dosa, selain Allah sendiri? (Mrk 2:7). Kita dapat mengampuni dosa orang yang bersalah kepada kita, tetapi kita tidak mempunyai wewenang untuk mengampuni dosa seseorang yang dilakukan kepada orang lain, apalagi dosa kepada Allah. Tetapi itulah yang dilakukan oleh Yesus. Ia bertindak sebagai Allah yang mengampuni dosa manusia kepada-Nya. Tidak heran jika orang Yahudi bereaksi keras ketika seorang tukang kayu dari Nazaret mengucapkan pernyataan yang demikian berani. Kuasa Yesus ini untuk mengampuni dosa adalah contoh yang amat tegas bahwa dia melakukan sesuatu yang merupakan hak istimewa Allah saja.
Juga dalam Injil Markus ada catatan tentang waktu Yesus diadili (14:60-64). Tata cara peradilan itu adalah salah satu acuan paling jelas terhadap pernyataan-pernyataan Yesus tentang keilahian-Nya. “Maka Imam besar bangkit berdiri di tengah-tengah sidang dan bertanya kepada Yesus, katanya, “ Tidakkah Engkau memberi jawab atas tuduhan-tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?’ Tetapi Ia tetap diam dan tidak menjawab apa-apa. Imam besar itu bertanya kepada-Nya sekali lagi, katanya, ‘Apakah Engkau Mesias, Anak dari Yang Terpuji?’ Jawab Yesus, ‘Akulah Dia, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan yang Mahakuasa dan datang di tengah-tengah awan-awan di langit.’ Maka Imam besar itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata, ‘untuk apa kita perlu saksi lagi? Kamu sudah mendengar hujat-Nya terhadap Allah. Bagaimana pendapat kamu?’ Lalu dengan suara bulat mereka memutuskan bahwa Dia harus dihukum mati.” Robert Anderson menunjukkan, “Tak ada bukti yang lebih meyakinkan daripada bukti dari para saksi yang menaruh benci. (Anderson dalam Mac Dowell; hal. 4) Dan kenyataan bahwa Tuhan menyatakan keilahian-Nya terbukti jelas melalui tindakan musuh-musuh-Nya. Kita harus ingat bahwa orang-orang Yahudi bukanlah bangsa biadab yang bodoh, melainkan berbudaya tinggi serta amat saleh beribadah. Dan justru berdasarkan tuduhan itu, tanpa satu suara pun yang tidak setuju, hukuman mati-Nya dijatuhkan oleh Sanhedrin, Dewan Nasional tertinggi mereka, yang terdiri dari pemimpin keagamaan dan yang paling terkemuka.
Menanggapi pernyataan Yesus tersebut maka ada dua alternatif yang harus kita hadapi : yaitu bahwa pernyataan-pernyataan-Nya itu memang hujatan, atau bahwa Dia memang Allah. Hakim-hakimnya melihat masalahnya dengan jelas, malah dengan begitu jelas sehingga mereka menyalibkan Dia dan kemudian mengejeknya karena “Ia menaruh harapan-Nya pada Allah … . Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah “ (Mat 27:43). Mac Dowell juga mengutip perkataan Hakim Gaynor (ahli hukum terkemuka dari Pengadilan New York) dalam pidatonya mengenai pengadilan Yesus, menyatakan bahwa : Hujatan merupakan tuduhan satu-satunya yang dilontarkan kepada Yesus di hadapan Sanhedrin. Pada kebanyakan pengadilan, orang diadili karena perbuatan mereka, tetapi bukanlah demikian halnya dengan Yesus. Yesus diadili karena siapa diri-Nya.Pengadilan Yesus seharusnya cukup untuk memberikan kesaksian bahwa dia mengakui keilahian-Nya.
Jelaslah sudah bahwa selain klaim pengikut-pengikut-Nya, Yesus juga mengklaim diri-Nya sebagai Allah. Menariknya, hal semacam ini tidak pernah dilakukan oleh seorang pemimpin agama atau pendiri agama manapun. Muhammad, Budha, Confucius, dan siapapun juga tidak berani mengeluarkan kata-kata seberani dan sehebat itu. MEMANG BENAR, TUKANG KAYU DARI NAZARET INI SUNGGUH BERBEDA DAN UNIK.
No comments:
Post a Comment